Selasa, 24 Januari 2012

Gara-Gara Absen


Dalam kehidupan sehari-hari, aku selalu berusaha berkomitmen dengan apa yang sudah aku pilih dan aku putuskan. Demikian juga dengan janji, aku berusaha menepati janji yang pernah aku ucapkan karena aku menganggap janji adalah sebuah hutang, dan hutang bagiku harus di bayar, tidak dilupakan begitu saja. Dalam hal pekerjaan, aku juga berkomitmen untuk sungguh-sungguh menjalaninya. Termasuk juga datang ke kantor tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target.

Untuk masalah datang ke kantor, aku memang termasuk salah seorang yang rajin. Aku akan datang ke kantor ketika kawan-kawan belum datang. Seringkali itulah yang terjadi, walau kadang aku datang ketika mereeka juga sudah datang.  Tapi aku tidak pulang setelah kawan-kawan pulang, karena terkadang aku akan pulang setelah jam pulang tiba.

Aku juga salah seorang yang jarang absen tidak datang ke kantor. Karena bagiku, kalau tidak ada urusan yag sangat penting ngapain juga tidak masuk, lebih baik bekerja untuk meraih sesuatu. Satu hal yang aku tanamkan dalam diriku adalah memberitahu atasan untuk meminta ijin ketika aku akan tidak masuk atau datang siang. Seingetku hal tersebut selalu aku lakukan.

Tapi, dengan tiba-tiba saja aku menemukan catatan absensiku, bahwa aku pernah tidak masuk tanpa ada informasi. Akupun sempat bertanya-tanya, kapankah itu. Aku langsung ingat, kapan itu karena itu memang baru satu minggu yang lalu. Tapi dikatakan tidak masuk tanpa member informasi tentu saja satu hal yang tidak pernah aku lakukan. Setahuku, sehari sebelum aku tidak masuk, aku sudah member tahukan atasanku kalau hari berikutnya tidak akan masuk kantor. Dan atasanku pun mengijinkan aku untuk tidak masuk. Karena sudah minta ijin dihari sebelumnya, maka akupun tidak mengirimkan sms keembali ketika akhirnya aku benar-benar tidak masuk. Tapi hal tersebut teryata menjadi satu persoalan karena dalam absensiku kemudian tertulis tanpa informasi.

Sebagai seseorang yang memegang komitmen, hal tersebut menjadi persoalan bagiku. Kepikiran aakan hal itu adalah satu hal yang kemudian terjadi. Tapi ibarat nasi telah menjadi bubur, yang berlalu biarlah berlalu. Tapi bagaimanapun aku juga harus meembuat pembelaan atas apa yang sudah dituduhkan kepadaku. Marah dan kesal tentu saja itu yang aku rasakan. Tapi menyelesaikan persoalan dengan kemarahan memang bukan solusi yang tepat. Karena persoalan harus diselesaikan dengan kepala ddingin. Atau paling tidak biar mengalir begitu saja. Itulah yang kemudian aku lakukan, tidak usah membuat pembelaan tapi jadikanlah hal tersebut sebagai pengalaman agar keedepan tidak terulang kembali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar