Rabu, 15 Juni 2011

Sebuah Pesan Melalui Kondom Raksasa


Pernakah melihat kondom raksasa??? Kalo belum ini loh kondom raksasa hahaha…kalau kondomnya segede gini........


Gak usah dibayangin dah dan tidak juga dikhayalin, karena yakin tidak akan ada yang punya alat vital segede kondom raksasa dalam foto ini.


 Kondom raksasa tersebut merupakan salah satu dari peserta layang-layang. Unik sekali bukan?? Dengan kondom tersebut juga ingin manyempaikan pesan bahwa dua anak itu cukup. 


Melihat dunia yang semakin penuh, dan sudah semakin padat kampanye tentang dua anak cukup kayaknya sudah mesti digalakan lagi ini, ya salah satunya dengan menggunakan kondom. Tapi sering kali orang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi ini karena katanya gak enak. Masak sih, jangan-jangan belum coba sudah bilang gak enak, atau memang males??


Selasa, 14 Juni 2011

Saya Nujood, Usia 10 Tahun dan Janda


Begitu melihat buku ini, aku langsung tertarik untuk membelinya. Pada awalnya memang tidak terlalu tahu soal buku ini, tapi ketika seorang teman tiba-tiba menunjukan buku ini pada saat kami sedang berjalan-jalan di Blok M Square, aku langsung saja membelinya. Dan ingin cepat-cepat sampai rumah untuk membacanya. 

Pernikahan anak-anak selalu saja terjadi di mana-mana, sebanyak 10 dari 12 juta bocah di negara berkembang setiap tahunnya mengalami kawin paksa. Baru-baru ini berbagai kisah pengantin bocah lima tahun terungkap. Jurnalis National Geographic berhasil menguak praktik pernikahan bocah perempuan. Jurnalis Cynthia Gorney dan fotografer Stephanie Sinclair, yang bekerja dalam proyek National Geographic, berhasil membongkar praktik yang mengejutkan dunia tersebut. Cynthia Gorney dan Stephanie Sinclair terbang ke Yaman dan Rajasthan (India) untuk melakukan investigasi tersebut. Di India, mereka menemukan kenyataan bahwa ada bocah perempuan berusia lima tahun yang sudah menikah karena dipaksa oleh pihak keluarga.

Kisah penikahan bocah belia itu juga di alami oleh Nujood Ali, seorang gadis belia yang diceritakan dalam buku ini. Dalam usianya yang baru 10 tahun ia dipaksa menikah oleh ayahnya dengan laki-laki yang berusia tiga kali lipat usianya. Nujood yang masih belia pun harus terpisah dari orang tuanya dan keluarga tercintanya.
Sudah menjadi sebuah adat di kota Yaman, bahwa kekuasaan penuh dipegang oleh kaum lelaki, dan perempuan tidak mempunyai kuasa apapun untuk mengambil sebuah kuputusan bahkan untuk menentang laki-laki. Nujood kecil menangis dan penuh dengan rasa ketakutan ketika ayahnya memberitahunya bahwa ia harus menikah dengan lelaki yang bahkan tidak ia kenal siapa namanya dan seperti apa wajahnya, rasanya ia hanya bisa mengumpulkan penolakan itu yang tercekat di ujung tenggorokannya. Kedua kakak perempuan nujood sebelumnya juga menikah di usia yang sangat muda, 13 tahun . 

"Setidaknya dengan kita menikahkan Nujood maka akan berkurang satu mulut yang harus kita suapi", begitu kata aba, ayah Nujood, menyampaikan alasannya mengapa ia ingin menikahkan Nujood di usia dini

"Lagi pula lelaki itu telah berjanji tidak akan menyentuh Nujood sampai dia baligh (pubertas)", katanya.

Ketika nujood mendengarkan itu semua, seperti dunia runtuh di bahunya, dia membayangkan bahwa dia tidak bisa lagi bermain dengan temannya di sekolah, dan diaa tidak bisa melakukan hal yang menyenangkan dengan adiknya Haifa.

Akhirnya pernikahanpun dilangsungkan dengan sangat sederhana. Setelah itu Nujood harus memulai hidup baru bersama suami dan keluarganya di sebuah desa terpencil dipedalaman Yaman. Di sana, setiap hari ia menerima penganiayaan fisik dan emosional dari sang ibu mertua dan dari tangan kasar sang suami setiap malam. 

Melanggar janji untuk menangguhkan berhubungan badan dengan Nujood hingga ia cukup dewasa, sang suami merenggut keperawanan si bocah pengantin tepat pada malam pertama. Saat itu usianya bahkan baru sepuluh tahun. Merasa tak sanggup lagi menanggung derita, Nujood melarikan diri – bukan ke rumah orang tuanya, tapi ke gedung pengadilan di ibu kota, naik taksi dengan beberapa keeping uang untuk makan sehari-hari. 

Mendengar kabar tentang korban belia ini, seorang pengacara Yaman segera menangani kasus Nujood dan berjuang melawan sistem kolot di negeri yang nyaris sebagian gadis-gadisnya menikah dibawah umur. Melalui perjuangan yang panjang akhirnya Nujood berhasil bercerai dengan suaminya. 

Sejak kemenangan mereka yang tak terduga pada April 2008, tantangan Nujood yang berani terhadap adat-istiadat Yaman dan keluarganya sendiri telah menarik perhatian dunia internasional. Kisahnya bahkan mendorong perubahan di Yaman dan Negara-negara Timur Tengah lainnya, tempat hukum pernikahan di bawah umur terus diterapkan dan gadis-gadis belia yang menikah dibebaskan dengan perceraian. 

Pada Februari 2009, parlemen Yaman akhirnya meloloskan undang-undang baru yang menaikkan usia akil baliq yang legal menjadi tujuh belas tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Selain itu, dalam upaya mencegah terbentuknya keluarga “besar” seperti keluarga Nujood, yang kerap tak mampu merawat anak-anak mereka secara layak, undang-undang ini mengizinkan seorang laki-laki menikahi lebih dari satu perempuan hanya ketika dia secara financial mampu membiayai beban tambahan ini. Meski demikian, berbagai asosiasi hak perempuan di Yaman telah mengambil sikap menunggu dan melihat perkembangan kemenangan tersebut. Karena meski undang-undang tersebut telah diloloskan oleh mayoritas anggota parlemen, Presiden ali Abdullah al-Saleh belum memberlakukannya. 

Membaca buku ini kita akan disuguhkan soal kehidupan di Yaman, bagaimana perempuan tidak mempunyai hak atas tubuhnya, semua ditentukan oleh laki-laki – ayah dan saudara laki-lakinya. Termasuk kapan dan dengan siapa ia akan menikah. Selain itu juga bagaimana adat istiadat telah membatasi ruang gerak perempuan. 

Ada kepercayaan yang aneh yang dianet masyarakat Yaman soal pernikahan. Sebuah kepercayaan di yaman yang sangat lucu, " nikahliah wanita yang berumur 9 tahun, jika kamu inginkan pernikahan yang bahagia"
Penikahan anak teryata tidak hanya terjadi pada Nujood saja, masih banyak gadis-gadis belia lainnya yang dipaksa menikah oleh ayahnya. Atas kemenanan Nujood dipegadilan untuk menceraikan suaminya, telah memberi inspirasi bagi gadis-gadis lainnya untuk mengikuti jejaknya.****

Kamis, 09 Juni 2011

Bermain Dengan Ombak

Birunya langit dan ombak yang berkejaran di pantai menjadi satu pemandangan yang menarik untuk dinikmati. Gulungan-gulungan ombak yang semakin mendekat kemudian mengecil dan mengejar kita adalah satu keindahan. Itulah daya tarik pantai untuk menjadi tempat berlibur favorit, walau yang akhirnya harus di bayar dengan hangusnya kulit karena teriknya matahari.


Ketika ombak menjauh, kita akan segera mengejarnya untuk menyentuh ujungnya. Namun seketika itu juga ombak akan kembali mengejar kita. Siapa bermain api pasti akan panas, siapa bermain air pasti akan basah, ungkapan itu benar apa adanya, jadi ketika kita sudah siap bermain dengan ombak, maka kita harus siap juga dengan basah....walau teryata tidak membawa pakaian ganti.


Tapi semua itu pasti indah, membawa kebahagian dan selalu ingin mengenangnya. Andai saja membawa pakaian ganti pasti ombak yang berkejaran itu sudah diterjang, ikut bergulung-gulung dengan pasir, hingga kulit semakin terbakar dan petang menjelang.


Tapi semua tak kulakukan, cukup bermain dengan ombak yang sudah mengecil saja. Basah sedikit diujung celana itu hal yang biasa tentunya. Dan pasir menjadi pilihan untuk bermain, walau sebenarnya hati ini ingin sekali menyeburkan diri ke laut, mengikuti deretan orang yang juga telah melakukannya.



Berharap waktu tak cepat berlalau untuk segera pulang dan bisa bermain lebih lama. Tapi harapan tinggal harapan, waktu dengan cepat berlalu dan harus segera meninggalkan pantai. Dengan kepuasaan yang belum mencapai puncaknya terpaksa pantai ku tinggalkan dengan harapan suatu saat akan datang kembali untuk lebih lama bermain dengan ombak, dengan pantai dan dengan birunya langit.


Meninggalkan orang-orang yang masih terus bermain hingga matahari akan kembali ke peraduannya......


Senin, 06 Juni 2011

Hanyalah Cinta - Anggun

Semua yang telah aku dapat
Indah nan gemerlap
Satu hari kan pudar
Dan sinarnya akan hilang

Sesuatu yang telah aku raih
Di dalam hidup ini
Tak untuk selamanya
Ini semua sementara

Yang aku cari hanyalah cinta
Hanya cinta yang tak terganti
Yang aku mau hanyalah cinta
Hanyalah cinta yang ku beri

Yang selalu ku tunggu hanyalah cinta
Hanya cinta yang tak terganti
Yang aku nanti hanyalah cinta
Hanyalah cinta yang abadi

Apakah semua di dunia ini
Ingin kita miliki
Apakah yang berharga
Pasti mahal harganya

Mencari artinya hidup ini
Detak waktu masih ada
Ada yang paling Bermakna
Apa yang kan sia-sia

Yang aku cari hanyalah cinta
Hanya cinta yang tak terganti
Yang aku mau hanyalah cinta
Hanyalah cinta yang ku beri

abadi, abadi, hanyalah cinta
hanya cinta ooh

Yang aku cari hanyalah cinta
Hanya cinta yang tak terganti
Yang aku mau hanyalah cinta
Hanyalah cinta yang ku beri

abadi

*********************************************************


Ya...Hanyalah cinta...itulah lagu terbaru dari Anggun, artis Indonesia yang udah go internasional...menarik bukan??? kata-katanya sungguh dalam sekali coba perhatikan satu demi satu dari kata-kata itu......

 Berharap lagu ini bisa menginspirasi bagi siapa saja yang mendengarkan dan tentu saja dapat menghayatinya, karena memang benar apa yang kita peroleh saat ini hanya untuk sesaat. Tahu kan kalo bola itu bundar??? Tahu juga kan kalau bumi juga bundar, yang artinya dia akan dapat berputar dan ketika berputar ada kalanya di bawah dan ada kalanya di atas. Demikian juga kehidupan kita, tidak selalu di bawah...tapi juga tidak selalu di atas. Kadang diatas dan kadang di bawah, itulah irama kehidupan......








Tapi bicara tentang cinta memang selalu indah. Apapun bida dilakukan ketika ada cinta....rela berkorban bahkan rela mati demi cinta.......























Rabu, 01 Juni 2011

Menikmati Keindahan Danau Paniai

Pagi itu udara sangat dingin sekali, mungkin berkisar di bawah 20 derajat celcius. Tapi udara yang dingin tidak membuatku kemudian bermalas-malasan di tempat tidur, banyak tempat indah yang harus aku kunjungi. Tentu saja sambil mejalankan pekerjaanku.

Air yang sangat dingin segera menguyur tubuhku untuk kemudian bersiap berangkat ke pelabuhan dengan berjalan kaki. Ya aku sedang berada di pedalaman Papua, jadi jalan kaki menjadi pilihanku.

Pagi itu jadwal kami adalah mengujungi Paniai Barat, dimana menuju ke tempat tersebut harus melewati danau Paniai. Mungkin belum banyak yang tau tentang danai ini, tapi berdasarkan hasil konferensi negara-negara pemilik danau di dunia, Danau Paniai adalah danau terindah seluruh dunia.......wuih senanya.

Memang benar, belum banyak orang mengetahui tentang danau ini, buktinya keasriannya masih sangat terjaga dan tentu saja tidak seramai Danau Toba misalnya dimana sudah banyak sekali wisatawan datang.

Sepnjang perjalanan tak henti-hentinya kameraku mengambil gambar, berbagai foto indah dan eksotik aku dapatkan. Tentu saja tidak di cerita ini di tampilkan, tapi nanti di cerita-cerita selanjutnya, misalnya tentang pasar dan lain sebagainya.


Lanjut lagi soal Danau Paniai, sesampainya di pelabuhan sudah banyak sekali orang di sana. Ya danau ini memisahkan antara Paniai Barat dan Paniai Timur, dan bisa di tempur selama kurang lebih 30 menit dengan menggunakan perahu. tetapi bagi masyarakat yang tidak punya uang mereka memilih jalan kaki, yang mungkin bisa ditempuh selama tahu hari.


Ongkos yang kami keluarkan untuk menyeberang danau ini sangat mahal, kami harus mengeluarkan uang 1.250.000,- untuk satu perahu. Bisa dibayangkan tidak bagaimana masyarakat setempat? Dan juga Paniai Timur adalah pusat pemerintahan, segala fasilitas ada di sana, jadi bisa dibayangkan bagaimana susahnya.

Danau Paniai juga menjadi tumpuan hidupan bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal tidak jauh dari tempat itu. Sepanjang pejalanan kita akan melihat bagaimana mama-mama Papua mencari ikan di danau tersebut.



Banyak sekali gambar-gambar indah didapat. Memotret aktifitas mama-mama Papua yang sedang berkegiatan di danau.

 
Perjalanan seakan tidak ingin cepat usai dan bisa memiliki waktu lebih lama berada didanau, menikmati keindahan dan keelokan danau yang masih sangat rupawan ini.


Tapi berahu harus terus berjalan, menuju tepi danau yang lainnya untuk kemudian beraktifitas sesuai dengan apa yang telah di rencanakan. Namun demikian perjalan menjadi sangat indah, apalagi di temani pula dengan penduduk asli, mama-mama Papua yang juga ada urusan di seberang sana.


Dengan peralatan yang serba sederhana mama mencari ikan untuk kemudian di jual ke pasar atau di santap sendiri. Sementara laki-laki di sana lebih suka duduk-duduk saja.



Di atas kapal kecil dan tetap bisa menjaga keseimbangan, itu satu hal yang kemudian menjadi pertanyaan, kok bisa ya mereka tidak terbalik diatas kapal tersebut??? Sementara mereka tetap bisa bergerak bebas.


Seperti foto di atas, mama-mama mengayunkan segala peralatannya dan lihat saja di dominasi oleh perempuan bukan????



Atau foto yang ini, yang aku pikir merupakan foto terbaiku, karena bisa bercerita tentang apa yang sedang mereka lakukan dan memperlihatkan kekuatan seorang pepermpuan papua.



Foto yang ini juga memberikan gambaran bagaimana sebenarnya kehidupan diatas perahu kecil tersebut. Dan satu hal lagi, anak-anakpun dengan lincah bisa naik diatasnya......


Dan memang selama beraktifitas, baik itu di danau maupun di kebun mama-mama ini akan membawa anaknya. Budaya patriarki masih kental di wilayah ini, jadi seakan urusan rumah tangga hanya menjadi urusan istri, suami sering kali tidak peduli.


tapi mereka tetaplah perempuan yang kuat dan tangguh, walau jauh dari pendidikan dan seringkali dilupakan oleh pemerintah.


udara yang sangat dingin dan segar menemani perjalanan kami. Keindahan bukit-bukit di tepi danau yang masih asri menjadi satu pemandangan yang masih langka.



Dan melihat para mama-mama mencari ikan di kejauhan yang semakin lama nampak semakin kecil yang akhirnya menghilang........


Bertemu denga kapal lainnya yang juga mengangkut penumpang. Saling bereriaak.......


Kapal pun mulai menjauh untuk menuju tepi danau yang tadi kami tinggalkan...............


Bukit-bukit pun tetap menampakan wajahnya....tapi sayang mereka mulai di rusak.......


Rumah penduduk, sekolah dan puskesmas juga menjadi pemandangan menarik di kaki bukit, sebuah kedamaian kehidupan di kaki bukit dan pinggir danai.........


Kamipun akhirnya sampai di tujuan. Dengan segera bergegas meninggalkan kapal, untuk kembali berjalan kaki menuju kampung penduduk dan menjalankan tugas.......


Kami tidak mempunyai waktu banyak di Paniai Barat, karena udara yang memang tidak bersahabat. penduduk setempat memberitahukan kepada kami kalau sebelum jam satu kami harus kembali karena hujan pasti turun. Maka sebelum jam satu kami harus mengakhiri segala aktifitas, dan kembali ke danau untuk menyeberang kembali.

Teryata benar apa yang di katakan penduduk, di tengah danau hujan turun yang membuat basah seluruh tubuh. Udara yang dingin semakin menusuk kalbu......

Tapi keindahan Paniai akan selalu terkenang dan berharap suatu saat nanti bisa kembali kesana dan tentu saja berharap danau ini tetap terjaga keindahannya.....