Selasa, 16 April 2013

Bermain Bersama


Masa kecil menjadi masa yang paling indah. Masa yang paling asyik untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya. Masa yang akan selalu menjadi kenangan. Karena masa itu tak ada pernah kembali. Masa dimana kita belum mempunyai beban. Belum mempunyai tanggung jawab layaknya orang dewasa.

Bermain dan terus bermain. Itulah yang bisa dilakukan dimasa ini. Bersama sahabat menghabiskan hari. Menikmati deburan ombak. Mengukir sebuah kenangan. Untuk hari depan. Hari yang kita tidak akan tahu. Masihkah kita dapat bersama? Atau kita telah terpisah jarak dan waktu?






Senin, 15 April 2013

Berburu Sunrise di Sanur


Malam baru saja melewati separuh waktunya ketika suara itu membangunkanku dari tidur lelap. Bahkan ayam jantan pun belum berkokok ketika ia mengoncangkan tubuhku untuk segera bangun. Ia segera menghidupkan lampu berharap aku segera beranjak ke kamar mandi. Diapun pergi terlebih dahulu ke kamar mandi ketika aku tak juga bergerak dari tidurku.

“Bangun oey...!!” demikian teriaknya sesaat setelah keluar dari kamar mandi, ketika melihatku masih bermalas-malasan d atas tempat tidur.

Akupun segera melirik jam di hp-ku. Waktu baru menunjukan angka 4 dini hari. Tapi aku tidak bisa lebih lama bermalas-masalan. Hari ini petualangan akan segera dimulai.

Aku segera bergegas ke kamar mandi. Air dingin segera menguyur sekujur tubuhku. Kesegaran segera menghilangkan seluruh kantuk yang belum juga mau pergi. Aku tak bisa berlama-lama menikmati guyuran air ditubuhku, karena aku harus segera pergi memulai petualangan yang memang sudah direncanakan.

Kendaraan kami segera menembus kesunyiaan pagi hari. Memberi irama yang tak pasti. Roda-roda bergerak diatas aspal yang berlobang. Melaju dalam kecepatan yang maksimal.

Ya pagi ini petualangan segera dimulai. Tujuan pertama adalah Pantai Sanur. Di pantai ini kami berharap bisa menikmati sunrise. Saat-saat matahari terbit. Saat semburat jingga berubah menjadi emas. Saat segala kehidupan dimulai.  

Dalam kesunyian malam, kami terus melaju. Sesekali ada kendaraan di sebelah kami. Ya Bali memang hampir mirip Jakarta, kota yang tak pernah mati dengan segala kesibukannya.

Kami terus melaju menuju Pantai Sanur dalam kensunyian. Kesunyian kota dewata. Kesunyian pulau tempat bersemayamnya pra hyang widhi. Kesunyian pulau impian turis-turis mancanegara.

Tak perlu banyak waktu, dalam hitungan menit kamipun segera sampai pada tempat tujuan. Segera kami memakirkan motor diantara puluhan motor yang ada. Tak ada seorangpun yang kami temui, tapi puluhan motor telah terpakir dengan rapi disitu. Satu pertanyaan yang muncul “Kemana para pemilik motor itu?”

Teryata kami tidak sendiri. Setelah berjalan beberapa saat kami menemukan seorang laki-laki paruh baya yang sedang duduk sendiri. Ia sedang menunggu kapal pertama yang akan membawanya ke Nusa Lembogan. Informasi itu kami peroleh beberapa saat setelah kami ngobrol dalam deburan ombak yang datang silih berganti.

Ia baru kembali dari Lombok. Kapal yang membawanya baru datang semalam. Ia harus menunggu kapal pertama agar dia bisa cepat sampai tujuan. Ia juga mengira bahwa kami juga sepertinya, menunggu kapal pertama untuk menuju ke Nusa Lembongan.

Kami tak begitu lama berbincang dengannya. Sesaat ketika dikejauhan sana terlihat nyala api, kami pun segera mendekatinya. Berharap ada kehangan di sana. Nyala api tersebut teryata datang dari sebuah warung yang sedang bersiap untuk buka. Kami pun segera mendekatinya. Berharap ada sajian makanan yang bisa kami santap. Tak salah, kamipun mendapatkan makanan yang siap dinikmati. Nasi Jinggo namanya. Hampir sama dengan Sego Kucing di Jogja, hanya beda namanya saja. Aku segera mengambil satu dan menyantapnya. “Teh manis hangat ya bli” demikian pesanku sambil menikmati nasi jinggo

Tak lama berselang datang dua orang. Mungkin mereka sepasang kekasih. Aku tak tahu. Aku hanya menduga-duga saja. Mereka pun segera memesan makanan. Si lelaki juga mencoba menikmati nasi jinggo seperti aku.

Mereka berdua segera menghabiskan makanannya. Sepertinya mereka juga sedang menunggu kapal pertama yang akan membawanya ke Nusa Lembongan, seperti bapak yang pertama tadi aku temui. Tapi sekali lagi, ini hanyalah dugaanku.

Setelah mereka pergi datang pula segerombolan pemuda. Mereka pun juga menikmati makanan yang sudah disediakan. Hikmah buka duluan ini, kataku dalam hati.

Kamipun segera menghabiskan makanan dan segera membayarnya. Kami beranjak menuju di tepi laut, menunggu matahari yang akan segera muncul. Pada saat itu baru kami sadari kami tidak sendiri, banyak orang yang seperti kami, ingin menikmati saat-saat indah kemunculan matahari.

Dengan harap-harap cemas kami terus menunggu matahari segera muncul. Beberapa kali aku mencoba untuk menjepretkan kamera ke arah matahari yang akan muncul. Hasilnya nihil. Masih terlalu gelap. Aku harus sabar menunggu hingga semburat jingga berubah jadi emas.

Satu persatu orang pun mulai berdatangan. Beberapa dari mereka mulai bergaya baik dengan hp ataupun dengan kamera seadanya. Tapi ada juga diantara mereka yang benar-benar niat ingin hunting foto disini, terlihat dengan peralatan yang di bawanya.

Disisi lain, ada segerombolan bapak-bapak yang sudah separuh baya berenang dalam dinginnya air. “mereka sedang terapi” demikiaan kata temanku.

Gerombolan bapak-bapak yang sedang terapi air laut di pagi hari itu makin lama makin bertambah, seiring dengan bertambahnya pengunjung pantai ini. Matahari pun semakin menampakan dirinya. Akupun segera berburu, mencari angel yang tempat untuk menghasilkan foto yang maksimal. Tak lupa aku juga berpose dengan berbagai gaya. Paling tidak untuk profil picture di facebook, demikian pikirku.

Kami pun terus menyusuri pantai, mencari lokasi yang tepat untuk gambar yang indah pula. Mencoba berkejaran dengan waktu dan juga ombak. Sayang, awan hitam menutupi matahari yang ingin bersinar. Alhasil kamipun tidak terlalu mendapatkan foto yang maksimal. Tapi kami puas, bisa menikmati pagi di pantai sanur.




Kapal-kapal yang sedang bersandar, dimainkan oleh ombak, menjadi satu objek yang menarik. Di antaranya matahari tengah bersinar.









Kami tak punya waktu lama, kamipun harus segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Maka ketika matahari sudah hampir beranjak, kami segera meninggalkan pantai ini, berharap suatu saat dapat kembali lagi. Dapat menikmati waktu lebih lama. Dapat bermain ombak sepuasnya. Harapan itu akan selalu ada.