Selasa, 24 Januari 2012

Sejenak Di Vihara


Vihara atau biasa dikenal dengan tempat peribadatan umat Budha. Atau juga Klenteng sebagai peribadata umat Konghucu, demikian kalau saya tidak salah menyebutnya, adalah satu tempat yang menarik untuk menjadi objek fotografi. Hingga kemanapun, ketika menemukan bangunan ini tidak akan mensia-siakan, maka kita semua akan segera beerpose agar tidak kehilangan momen terindah.

Dulu, ketika era orde baru masih berkuasa bangunan ini mungkin masih langka. Atau paling tidak walau ada tapi tidak seterkenal sekarang. Tapi setelah orde baru lengser dan digantikan era reformasi, kemudian juga diakuinya umat Konghucu dan dijadikannya Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional, bangunan ini menjadi terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan.

Coba saja tenggok di daerah kota tua, tepatnya di Petak Sembilan, ketika imlek tiba, bangunan ini akan bersolek. Akan banyak wisatawan hadir disana untuk bersuka ria merayakan imlek. Ada juga sebagian dari mereka datang karena untuk melakukan ritual sesuai dengan keyakinannya.

Tidak hanya di kota tua, klenteng atau vihara ini dikunjungi banyak orang. Hampir disemua tempat, ketika imlek tiba, maka tempat ini menjadi lokasi wisata yang menarik.

Sudah ada beberapa tempat yang aku kunjungi untuk berburu foto menarik, ketika imlek tiba. Tak terkecuali sampai di luar pulau. Iya benar sampai di luar pulau sana, tepatnya di Kalimantan Barat, dimana di wiayah ini banyak saudara-saudara kita yang Tionghoa merayakan imlek, maka ketika berkesempatan untuk bertugas ke wilayah ini, tak disia-siakan untuk berpose di depan sebuah vihara yang sangat megah. Vihara ini berada di tepi jalan, dan kita temui ketika kita hendak menuju ke bandara. Walau singkat tapi, jepretan-jepretan ini menjadikan kenangan tersendiri bagiku.

















Curhatan Sabtu Pagi


Hari libur seharusnya menjadi hari yang ditunggu-tunggu. Hari dimana kita dapat lepas dari rutinitas sejenak. Untuk berbagi kebahagiaa dengan rekan-rekan, kawan-kawan lama yang tak dapat kita temui di hari kerja. Hari libur juga seharusnya menjadi hari dimana kita dapat merencakan sesuatu, sesuatu diluar rutinitas tentunya. Mengunjungi tempat wisata atau sekedar nongkrong bareng. Karena itu semua gunakanya hari libur bagaimana kita dapat meemanfaatkan hari tersebut dengan sebaik-baiknya.

Tapi saying, sering kali tidak semua orang memanfaatkan hari libur dengan sebaik-baiknya. Ada banyak persoalan dan pertimbangan berbeda yang dihadapi oleeh bermaca-macam orang. Misalnya saja ia tidak dapat menikmati harilibur, karena memang sedang dikejar pekerjaan kantor yang harus ia selesaika. Itu lain hal, karena mash menunda pekerjaan kantor. Atau bagi mereka yang sudah mempunyai keeluarga teerkadang hari libur dimanfaatkan untuk kumpul bareng keluarga, bermain dengan anak-anak dan lain sebagainya. Ah membuatku iri untuk segera mewujudkan satu tatanan keluarga yang kecil dan bahagia. Hari libur juga sering dimanfaatkan bagi sebagian orrang yang sudah punya pasangan, dalam hal ini pacar untuk bertemu dan berjalan bersama.

Banyak hal yang bisa dilakukan dihari libur. Dan ada banyak variasi. Bahkan bagi yang hanya ingin tidur seharian juga menjadi satu pilihan untuk menghabiskan hari libur. Tapi kadang pilihan itu menjadi satu tanda Tanya. Apa iya hari libur lebih baik di habiskan untuk tidur, atau ada hal yang lebih bermanfaat lagi untuk dilakukan.

Bagi sebagian orang yang tidak mempunyai banyak teman itu adalah menjadi pilihan, karena tidak tahu harus berbuat apa. Tapi bukankah hidup yang demikian itu akan sangat membosankan. Hidup itu harus dipenuhi dengan kebahagiaan, karena hidup hanya sekali. Mempunyai banyak teman akan menjadi satu hal yang sangat membahagiaka karena dengan demikian kita akan dapat berbagi sukaa dan duka bersama-sama.

Lain halnya dengan mereka yang tidak mempunyai teman, atau temannya bisa dihitung dengan jari. Ketika terjadi kesusahan dan kesenangan tidak dapat di bagi bersama-sama. Hanya akan ia rasakan sendiri.

Semua itu sebenarnya pilihan, karena hidup memang sebuah pilihan. Kita akan hidup seperti apa. Tapi melakukan hal-hal yang positif dan mengembirakan menjadi satu pilihan hidup yang harus dijalani. Sekali lagi yang harus kita ingat, hidup hanya sekali maka isilah dengan satu hal yang positif dan penuh kebahagiaan. Jangan sampai suatu saat ada penyesalan karena tidak dapat memanfaatkan hidup dengan baik.

Seperti hari ini, sabtu pagi yang indah dan cerah. Seharunya diisi dengan kebahagiaan, dengan hal yang baik, berkumpul dengan kawan-kawan semua. Ya makum tidak banyak rekan dekat yang aku miliki. Semua karena banyak sebab dan ada keterbatasan-keterbatasan yang aku miliki sehingga aaku tak banyak memiliki pilihan. Seharusnya kalau aku kembalikan kepada aa yang aku pikirkan semula, hidup adalah pilihan, dan pilihan adalah satu keputusan, tapi hingga detik ini aku tidak dapat memutuskan apa yang menjadi pilihanku itu, Dan akhirnya penyelsan sering kali ada dalam benaku karena tidak dapat menikmati hidup dengan indah. Hidup yang dijalani hanya menoton dan tidak bervariasi. Terkadang memang ingin mengakhiri itu semua, termassuk mengakhiri hidup. Tapi cita-cita masih panjang, beelum dapat di raih. Banyak pemikiran berseliweran silih berganti.

Marah ketika tidak dapat berbuat sesuatu itu satu hal yang biasa. Tapi marah karena teryata tidak dapat mengambil keeputusan menjadi satu hal yang sebenarnya sangaat menyebalkan. Kaarena ketika kita tidak dapat mengambil keputusan maka tidak ada teerjadi perubahan dalam hidup kita. Dan yang menjalani hidup adalah kita, maka kita paling tahu apa yang harus diputuskan. Dan tentu saja resiko yang akan dihadapi.


Gara-Gara Absen


Dalam kehidupan sehari-hari, aku selalu berusaha berkomitmen dengan apa yang sudah aku pilih dan aku putuskan. Demikian juga dengan janji, aku berusaha menepati janji yang pernah aku ucapkan karena aku menganggap janji adalah sebuah hutang, dan hutang bagiku harus di bayar, tidak dilupakan begitu saja. Dalam hal pekerjaan, aku juga berkomitmen untuk sungguh-sungguh menjalaninya. Termasuk juga datang ke kantor tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target.

Untuk masalah datang ke kantor, aku memang termasuk salah seorang yang rajin. Aku akan datang ke kantor ketika kawan-kawan belum datang. Seringkali itulah yang terjadi, walau kadang aku datang ketika mereeka juga sudah datang.  Tapi aku tidak pulang setelah kawan-kawan pulang, karena terkadang aku akan pulang setelah jam pulang tiba.

Aku juga salah seorang yang jarang absen tidak datang ke kantor. Karena bagiku, kalau tidak ada urusan yag sangat penting ngapain juga tidak masuk, lebih baik bekerja untuk meraih sesuatu. Satu hal yang aku tanamkan dalam diriku adalah memberitahu atasan untuk meminta ijin ketika aku akan tidak masuk atau datang siang. Seingetku hal tersebut selalu aku lakukan.

Tapi, dengan tiba-tiba saja aku menemukan catatan absensiku, bahwa aku pernah tidak masuk tanpa ada informasi. Akupun sempat bertanya-tanya, kapankah itu. Aku langsung ingat, kapan itu karena itu memang baru satu minggu yang lalu. Tapi dikatakan tidak masuk tanpa member informasi tentu saja satu hal yang tidak pernah aku lakukan. Setahuku, sehari sebelum aku tidak masuk, aku sudah member tahukan atasanku kalau hari berikutnya tidak akan masuk kantor. Dan atasanku pun mengijinkan aku untuk tidak masuk. Karena sudah minta ijin dihari sebelumnya, maka akupun tidak mengirimkan sms keembali ketika akhirnya aku benar-benar tidak masuk. Tapi hal tersebut teryata menjadi satu persoalan karena dalam absensiku kemudian tertulis tanpa informasi.

Sebagai seseorang yang memegang komitmen, hal tersebut menjadi persoalan bagiku. Kepikiran aakan hal itu adalah satu hal yang kemudian terjadi. Tapi ibarat nasi telah menjadi bubur, yang berlalu biarlah berlalu. Tapi bagaimanapun aku juga harus meembuat pembelaan atas apa yang sudah dituduhkan kepadaku. Marah dan kesal tentu saja itu yang aku rasakan. Tapi menyelesaikan persoalan dengan kemarahan memang bukan solusi yang tepat. Karena persoalan harus diselesaikan dengan kepala ddingin. Atau paling tidak biar mengalir begitu saja. Itulah yang kemudian aku lakukan, tidak usah membuat pembelaan tapi jadikanlah hal tersebut sebagai pengalaman agar keedepan tidak terulang kembali.


Kamis, 19 Januari 2012

Burlesque: Kesuksesan Itu Penuh Perjuangan


Gantungkan cita-citamu setinggi langit dan kerjarlah hingga kau dapat. Kalimat tersebut memang terdengar sangat klasik, kita, sebagai manusia harus mempunyai cita-cita dan meraih apa yang kita cita-citakan itu dengan penuh semangat dan perjuangan. Pesan itulah yang ingin disampaikan oleh film Burlesque, sebuah film musical yang di bingtangi oleh penyanyi terkenal Cher dan Christina Aguilera.

Semangat yang disajikan oleh film ini adalah baimana kita dapat membawa sebuah perubahan dengan sebuah perjuangaan. Adalah Alie Rose yang diperankan oleh Christina Aguilera, memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai pelayan bar di sebuah kota kecil yang sepi untuk meraih cita-citanya di metropolitan, LA. Seperti kisah-kisah lainnya, perjalanan  Alie untuk meraih apa yang menjadi keinginannya tidak berjalan dengan begitu saja, harus penuh perjuangan.

Di awal cerita setibanya Alie di LA, ia harus keluar masuk gedung untuk mencari pekerjaan yang ia inginkan. Keinginan  Alie adalah menjadi seorang penyanyi terkenal di sebuah bar, maka keluar masuk bar atau diskotik menjadi pekerjaan pertamanya. Akhirnya ia menyakssikan seorang perempuan sedang bersiap untuk tampil di depan bar Burlesque, sebuah club yang menyajikan music dan tarian. Alie akhirnya terpancing untuk masuk ke dalam bar tersebut. Ia ingin melihat apa yang berikan bar tersebut dan dapatkah ia meaih cita-citanya disana

Masuk ke Burlesque tidak gratis,Alie harus mengeluarkan uang cukup banyak yaitu 20 dolar. Awalnya memang tampak keraguan dalam dirinya, mengingat harga tersebut adalah terbilang mahal untuk ukuran dirinya. Tapi mengingat apa yang ia cita-citakan dan berharap dapat di peroleh di Bar tersebut aka iapun rela mengeluarkan 20 dolar sebagai harga tanda masuk.

Alie kemudia berkenalan dengan bartender Jack dan mencari banyak informasi bagaimaa bisa tampil di bar tersebut. Dari situ ia mendapatkan informasi kalau untuk itu dia harus menemui Tess (Cher) di belakang panggung.  Alie segera menuju ke sana untuk mencari informasi.

Sebagai orang yang bukan siapa-siapa tidak mudah menyakinkan Tess bahwa Alie punya kemampuan untuk tempil di bar itu. Bukan hanya suara yang merdu yang Alie miliki, tapi iya juga bisa menari. Tapi Tess tidak mau tau, akhirnya alie di usir untuk segera keluar dari ruang tat arias tersebut.

Alie tak patah semangat, melihat tidak ada waiters di bar itu, dia berinisiatif untuk menjadi waiters, walau tanpa gaji. Akhirnya ia pun dapat nego dengan Jack bartender yang ia temui di awal. Tess sempat heran dengan apa yang dilakukan oleh Alie tapi mengingat kondisi bar yang demikian akhirnya ia bisa memaklumi.

Menjadi waiter di Burlesque akhirnya pekerjaan yang yang didapatkan oleh alie. Tapi Alie tidak puas sampai di situ karena cita-citanya adalah dapat tampil di panggung. Sambil melayani pengujung sesekali Alie mengerakan tubuhnya mengikuti irama musik yang sedang di mainkan

Suatu siang, ketika bar sedang siap-siap untuk buka, Alie datang dan sedang ada audiensi untuk calon dancer baru. Alie langssung naik panggung untuk minta kesempatan audiensi. Tapi tess tidak member kesempatan, karena Tess menganggap Alie hanyalah seorang waiters. Tapi akhirny Alie berhasil menyakinkan Tess. Ia mendapatkan tantangan dari Tess untuk dance dengan music yang dipilih olehnya. Alie tidak mau mensia-siakan atas kesempatan yang sudah di perolehnya, maka ia tampil maksimal. Tess terkesan dengan penampilaan Alie. Maka Alie  kemudian mendapatkan job sebagai dancer di club tersebut.

Intrik sesama dancer tentu saja juga di alami oleh Alie, tapi ia dapat mengatasinya dengan baik hingga pada suatu saat Alie mendapatkan kesempatan untuk mengantikan Niki, dancer utama di Burlesque. Niki tidak terima dengan keputusan Tes, maka ketika Alie tapil, ia mematikan music yang sedang mengalun dengan sebelumnya membohongi pengatur music bahwa ia dipanggil oleh Tess. Pada kesempatan tersebut Niki mematikan music yang sedang mengalun. Sempat terjadi hening, baik penoton maupun para dancer. Dengan kondisi yang demikian layarpun segera akan di turunkan. Tapi alie tidak kehilangan akal, ia akhirnya mengeluarkan suaranya yang merdu dan mengelegar, yang membuat semua orang terkagum, termasuk Tess. Maka layar tak jadi di tutup, menghadirkan live permanace dari Alie dan rekan-rekan dancernya.

Setelah pertunjukan usai Alie langsung meminta maaf pada Tess dengan kondisi tersebut, ia mengatakan kalau ia harus berimprovisasi karena music mati. Dengan penampilan Alie yang sangat meemakau membuat Tess bangga dan ia apresiate atas penampilan tersebut.

Kondisi tersebut kemudian membawa perubahan bagi dan  Burlesque. Pertunjukan Burlesque tidak lagi hanya music dan tari, tapi dipadukan dengan suara Alie yang sangat merdu. Maka terjadilah pertunjukan yang sangat spektakuler yang mengundang pengunjung Burlesque semakin ramai.  

Intrik dan lain sebagainya akhirnya muncul dan harus di hadapi Alie. Termasuk kisah cintanya dengan Jack dan Marcus. Walau sempat terpuruk atas kisah cintanya dengan Jack, tapi alie dapat menghadapi semuanya dengan mudah dan tetap tampil gemilang di atas panggung.  

Film ini seperti film-fim lainnya, bahkan mungkin juga kayak FTV-FTV yang selama ini tapil di layar kaca kita, hanya pengemasannya lebih serius. Sedangkan ceritanya adalah cerita standar, seseorang yang mempunyai cita-cita meraih sukses di ibu kota, kemudian meninggalkan kota kecilnya dan dengan penuh perjuangan ia memperoleh apa yang menjadi harapannya. Bumbu-bumbu intrik selalu saja ada, tapi sabagaimana film-film ringan lainnya maka sang pahlawan akan memperoleh kebahagiannya dan happy ending.

Menonton film ini kita bagai menonton pertunjukan music, karena hamper 50% apa yang disajikan adalah musik. Dimana Cristina menyanyi sambil menari. Untuk mendapatkan tontontan ringan, silahkan nonton film ini. 




Rabu, 18 Januari 2012

Menjemput Navanita Shina


Kring…..Kring….Kring…… Aku dikagetkan dengan bunyi telpon yang ada disebelahku. Aku tidak tahu jam berapa saat itu. Segera aku angkat telpon… “Ya halo…” demikian kataku dengan suara masih agak lemah karena masih ngantuk.

“Jok…pagi ini kamu ke bandara, jemput Navanita, karena dia tidak ada yang jemput” demikian kata suara di sebeerag sana.

“Siap Mbak” aku menjawab dengan sigap

“Sekarang ya Jok, dia landing jam 7.30” lanjut suara diseberang saya

“Iya Mbak”

Telpon kemudian aku tutup kembali. Aku rebahkan lagi badanku di kasur yang empuk dan hangat. Aku raih hapeku dan ku nyalakan. Baru jam 05.20 pagi. Aku ingin tidur lagi, tapi tiba-tiba aku teringat apa yang harus aku lakukan pagi ini, yaitu menjemput Navanita, salah seorang tamu dari India. Maka akupun bergegas ke kamar mandi, untuk menyegarkan badan dan sesegera mungkin berangkat ke Bandara.

Tidak perlu waktu lama untuk mandi, karena memang aku tidak terbiasa mandi terlalu lama, kecuali lagi ingin berendam saja. Maka akupun segera berdadan dan menuju ke kamar yang tadi telpon aku untuk memastikan jenis pesawat apa dan siapa nama lengkap dari tamu yang akan aku jemput.

Setelah aku berada di ruangan, aku baru tahu bahwa tidak hanya Navanita yang akan aku jemput, tapi ada dua orang lainnya yaitu Clara dan Asmita. “Oke aku siap” demikian kataku.

Aku segera menuju ke bawah untuk sarapan terlebih dahulu pastinya. Tempat sarapan masih sepi, hanya ada beberapa orang saja di sana. Mungkin karena hari masih pagi ditambah lagi udara sangat ddingin karena semalam hujan turun. Banyak orang memilih untuk bermalas-malas dulu di kamarnya, untuk kemudian sarapan dan beraktiftas.

Tidak banyak yang aku makan pagi itu. Karena tidak nafsu makan dan tentu saja aku harus bergegas menuju bandara agar bisa tepat waktu sampai di tujuan. Ditambah lagi pesawat yang digunakan oleh Navanita adalah pesawwat SQ, dimana jenis pesawat ini selalu tepat waktu, tidak pernah delay. Maka setelah makan semangkuk bubur ayam, yang itu juga tidak aku habiskan aku segera menuju ke tempat biasa pangkalan taksi. Aku coba tenggok kanan-kiri, tak ada taksi sama sekali. Begitu juga orang yang seharusnya bertugas. Setelah menunggu beberapa saat tidak ada yang bisa ditanya, maka akupun segera menuju ke meja resepsionis. Di meja ini pun aku tak menemui seorangpun. “Mungkin masih pagi” demikian pikirku. Aku harus menunggu beberapa menit untuk kemudian ada seorang resepsionis menghampiri mejanya.

“Mas kalau mau pesan taksi gimana ya”, begitu kataku ketika laki-laki itu mendekat.

“Tunggu bentar” katanya

Aku menunggu sebentar. Nampak dia memencet nomor. Setelah menunggu beberapa lama tak ada jawaban. Ia pun mencoba memencet lagi, kali ini berhasil, ada seseorang yang mengangkat telponnya.

“Ada yang mau pesen taksi”, kata resepsionis itu, yang aku tidak tahu namanya.

Aku tak tahu apa yang dikatakan seseorang diseberang sana, tapi setelah menutup telponnya, resepsionis itu bilang padaku kalau taksi sedang kosong. Agak kecewa memang.

“Terus kalau mau menunggu dimana ya”, tanyaku

“Wah kalau disini susah cari taksi mas” jawabnya.

“Oke kalu gitu, aku coba tunggu di depan saja” kataku memutuskan.

Akupun segera berbegas ke tempat tadi aku berdiri. Tidak seperti tadi, ketika aku datang untuk kedua kalinya ada seseorang yang berdiri di temat pemesanan taksi. Mungkin ini yang tadi berbicara dengan resepsionis tadi, pikirku dalam hati.

“Mas ada taksi tidak” tanyaku ketika sudah berada didepannya.

“Mau kemana ya” jawabnya

“Ke bandara” jawabku singkat.

“Tidak ada mas” jawabnya. “Ada tapi sudah dipesan, mungkin bisa mas pakai dulu, bentar ya” tambahnya.

Tiba-tiba dari arah pintu gerbang datang seseorang, supir taksi tentunya, aku mengenalinya dari seragam yang iya pakai.

“Kamu antar bapak ini saja ke bandara” kata mas yang didekatku ketika supir taksi itu mendekat.

“Yang pesanan gimana” tanyanya

“Tidak apa, nanti saya cari lagi” kata mas yang bertugas mencatat pemesanan taksi.

“Oke” katanya.

Aku pun segera mengikuti bapak supir taksi itu menuju taksinya yang dipakir diseberang jalan. Aku segera masuk dan berharap secepatnya sampai ke bandara. Maklum pesawat landing jam 07.30 dan pukul 06.15 aku masih di lokasi. Sementara jarak yang harus ditempuh sangat jauh. Boogor-Bandara Soekarno Hatta, tentu harus melalui perjalanan yang panjang bukan?

“Macet tidak ya”, tanyaku memecah kebisuan diantara kami.

“Tidak tahu pak” jawab supir itu

(obrolanku dengan sang supir akan menjadi cerita tersendiri, karena menurutku seru juga obrolan pagi itu untuk mejadi sebuah cerita)

Teryata benar, jalanan sedang tidak bersahabat, untuk menuju jalan tol saja dibutuhkan waktu lebih dari setengah jam. Aku sudah deg-degan, “kayaknya gak bisa sampai tempat waktu deh” pikirku dalam hati.

Banyak mobil lalu lalang, dan beberapa dari mobil itu adalah plat luar kota, atau yang pasti adalah plat Jakartam B. Supir pun sempat mengerutu dengan keadaan itu. Aku sedikit maklum karena memang hari masih pagi, saatnya orang beraktifitas, maka kalau jalanan sangat macet ya wajar saja.

Setelah 30 menit kemudian akhirnya taksi yang aku naiki masuk ke jalan tol juga. Tidak ada kemacetan di pintu masuk tol. Kemacetan baru terjadi ketika mobil masuk daerah Cibubur. “Ini akan sampai Cawang” kata supir taksi itu.

Aku pun mencoba bersabar, menikmati kemacetan dipagi hari. Sesekali supir taksi mengajak aku ngobrol, tapi karena aku masih agak ngantuk maka terkadang aku jawab seadanya, aku memilih memejamkan mata. Tapi kemacetan teryata tak terurai juga, hingga satu jam lebih. Setelah lewat persimpangan antara Cawang dan Tanjung Priuk, aku memutuskan lewat Tanjung Priuk saja, mengingkat tol dalam kota pasti macet sekali. Keputusanku kali ini teryata tepat, tol Tanjung Priuk tidak macet, tapi arah sebaliknya sangat macet. Maka taksi yang aku naiki bisa terus melaju menuju ke bandara.

Pukul 08.30 aku baru sampai bandara. Aku membayar 300.000 sesuai dengan argo yang ada di taksi. Secepatnya aku turun menuju terminal penjemputan. Tiba-tiba hapeku bunyi, aku segera mengangkatnya “Mas sudah ada di mana” demikian suara di seberang sana. Itu adalah suara Mas Ade, supir yang akan membawa tamu-tamuku ke tempat tujuan. “Saya baru sampai mas, nanti kalau sudah ketemu tamunya saya telpon ya” demikian ungkapku. Aku segera menutup telpon dan bergegas menuju terminal penjemputan.

Segera aku lihat jadwal penerbangan, tetapi kode pesawat yag akan aku jemput SQ 950 sudah tidak ada, yang ada hanya SQ 952 dan sedang landing. Aku berfikir bahwa jadwal yang aku terima salah, maka aku segera berdiri di pembatas dengan membawa nama Navanita Shina yang sudah aku siapkan sedari masih di hotel.

Satu jam lebih aku berdiri, tapi tidak ada tanda-tanda orang menghampiriku. Setiap ada seseorang menggunakan kain sari, aku berharap itu adalah Navanita, tapi harapanku tinggal harapan, karena hampir dua jam aku berdiri, sampai Mas Ade menghampiriku dan menemaiku menunggu Navanita, tapi tak ada juga orang yang menghampiri kami. Maka aku segera sms orang yang ada di hotel untuk menginformasikan keadaan tersebut dan berharap ada kabar dari mereka tentang keberadaan Navanita.

Walau tak kunjung ada yang menghampiriku, aku tetap bertahan dengan tulisan Navanita Shina, berharap ada seseorang yang kemudian menghampiriku dan bisa segera diantar ke tempat lokasi. Hingga akhirnya ada sms masuk di hapeku yang memberitahukan bahwa Navanita sudah sampai ke lokasi acara. Tak tanggung-tanggung tiga orang sekaligus yang memberitahukanku tentang kedatangan Navanita.

Ada sedikit rasa kesal dan lega tentunya setelah mendegar informasi itu. Maka aku segera mencari tempat duduk untuk menunggu kedatangan dua tamu selanjutnya. Maklum masih sekitar dua jam lagi pesawatnya landing.

Menunggu memang satu hal yang sangat membosankan. Tapi aku coba menikmatinya. Hingga akhirnya ada pengumuman kalau pesawat yang sedang aku tunggu sudah landing. Aku tidak mau apa yang sudah terjadi ketika menunggu Navanita terulang lagi, maka aku segera berdiri di tempat penjemputan dengan membawa nama Asmita Basu. Lagi-lagi perempuan yang aku jemput kali ini berasal dari India. Maka ketika ada seseorang menggunakan kain sari aku berharap itu adalah Asmita. Tapi tak juga ada yang menghampiriku.

Setelah satu setengah jam, akhirnya ada seseorang yang menghampiriku dan mengatakan kalau dia orang yang aku jemput. Teryata dugaanku salah, Asmita tidak menggunakan kain sari, dia berpenampilan sangat sederhana, layaknya seorang aktifis perempuan, dengan bawaan yang sudah seperlunya. Akupun segera keluar dan menemui dia. Aku sampaikan pada dia kalau masih ada satu orang lagi yang harus ditunggu. Teryata dia tidak masalah dan memutuskan menunggu di Begawan Solo sambil menikmati kopi.

Aku dan mas Ade segera ke terminal sebelah, karena memang kedatangan Clara, demikian perempuan ketiga yang harus aku jemput, tamuku yang dari Philipina, tidak sama dengan kedantangan Navanita dan Asmita. Setelah melihat jam, teryata masih ada beberapa menit lagi pesawat Clara mendarat. Maka kemudian aku putuskan untuk makan terlebih dahulu karena memang perut sudah lama. Makanan siap saji menjadi pilihan, karena memang waktu yang ada tidak banyak, maka aku dan mas Ade segera makan di KFC. 20 menit kemudian kita sudah selese maka dan segera bergegas menuju ruang penjemputan. Setelah menunggu beberapa menit, ada pengumuman bahwa pesawat yang sedang aku tunggu sudah landing. Untuk menghindari kehilangan orang yang di jemput maka akhirnya aku dan mas ade berbagi tugas, aku menunggu di sisi sebelah kanan dan mas Ade menunggu disisi sebelah kiri. Jadi kalau Clara nanti lewat sebelah kiri ada seseornag yang menunggu. Cukup lama juga menunggu Clara, sekitar satu jam dia datang dan menghampirriku. Aku segera mempertemukan Clara dan Asmita untuk segera di bawa ke lokasi.

Setelah mereka bertemu kamipun segera menuju ke mobil yang akan membawa kami ke lokasi. Aku dan mas Ade duduk di depan, sementara Clara dan Asmita di belakang. Mas Ade berharap hujan tak akan turun, karena kalau hujan turu pasti akan macet sekali. Beberapa menit kemudian kami sudah bisa keluar dari tempat pakir dan menuju jalan raya.

Perjalanan ke lokasi teryata tidak berjalan dengan lancar. Kami harus mengalami kemacetan jalanan ibu kota selama satu jam lebih. Sebenarnya aku tidak enak dengan tamu-tamu yang aku bawa, tapi apa boleh buat, jalanan sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Apalagi ketika akhirnya Asmita bertanya berapa lama lagi kita akan sampai ke lokasi, dan aku bilang sekitar satu jam lagi, dia agak sedikit mengeluh.

Dan benar, sekitar satu jam setelah lepas dari kemacetan kita sampai di hotel tempat kegiatan diselenggarakan. Clara sempat bertanya ketika melihat bagunan Istana Presiden di Bogor dan dia bertanya apakah boleh dia masuk ke sana. Aku bilang tidak yakin.

Setelah sampai di hotel aku segera menyuruh mereka untuk ke meja resepsionis dan mengantar mereka ke kamar masing-masing. Sebelumnya aku menyuruh mereka untuk makan terlebih dahulu karena aku tahu mereka semua pasti lapar karena belum sempat  makan siang. Dan ketika akan berpisah aku sampaikan untuk ketemu nanti malam diacara solidarity night.

Sedikit penyesalan kemudian terjadi adalah tidak dapat menemukan Navanita. Apalagi ketika mengetahui seperti apa sosok Navanita ini. Bahkan, direktur di kantor sempat mengatakan “Menyesal kamu tidak bertemu dengan Navanita di bandara” demikian katanya ketika ketemu denganku.

Memang benar, teryata Navanita adalah sosok yang masih sangat muda dan cantik tentunya. Secantik gadis-gadis India. Navanita selalu memakai kain sari, yang menambah kecantikannya. Disamping cantik navanita juga cerdas. Diusiaya yang baru menginjak 30 tahun, dia sudah menyadang gelar doctor. Maka tak salah kalau kecantikannya seimbang dengan kepintarannya.

Aku pun beberapa kali membidikan kameraku kearahnya, bahkan ketika dia berjodet India, aku beberapa kali memotretnya. Aku berharap foto-foto ini menjadi satu kenanganan.

Hingga malam terakhir aku sempat bertemu dengan Navanita, dimana dia baru kembali belanja, membeli beberapa oleh-oleh untuk saudara-saudaranya yang ada di India. Satu hal yang kemudian membuatku agak tercengan, kali ini dia tidak menggunakan kain sari tapi memakai kaos dan celana sangat pendek yang dipadukan dengan sepatu berhak tinggi. Menambah kecantikan tubuhnya.

Andai saja waktu itu aku berhasil menjemputnya di bandara, pasti aku bisa ngobrol lebih lama dengannya. Tapi ya sudahlah, aku harus cukup puas dengan foto-foto yang kubidikan kepadanya.