Kamis, 24 Oktober 2013

Mereka Datang Lagi Tadi Malam

Mereka kembali datang tadi malam. Hadir dalam mimpiku. Mengajakku bermain dan menyanyi. Tapi seperti biasa, dalam mimpiku aku menyadari mereka adalah 'makhluk lain".

Ini bukan pertama kali mereka hadir dalam mimpiku, ini sudah kesekian kalinya. Dan mereka menemuiku tidak hanya pada satu ruangan, tetapi selalu berganti ruang dalam sebuah rumah yang sama.

Malam tadi, mereka menemuiku di bekas kamarku, sebuah ruang kecil di sebelah kamar mandi. Aku tak tahu siapa mereka, tapi aku menyadari mereka bukan 'makhluk' dari kalangan kita. Aku melihatnya sedang tidur di ruangan itu, aku bangunkanya, memintanya untuk pergi. Tapi jelas dia tidak mau, karena disitulah tempatnya.

Seperti biasa pula, aku akan membaca al fatiqah untuk mengusirnya atau menghilangkannya dari pandanganku. Terkadang memang berhasil, tapi ada kalanya butuh waktu yang cukup lama. Seperti tadi malam, setelah berulang kali aku membaca al fatiqah dia tak kunjung juga pergi. Dia masih mengajakku menari dan menyanyi.

Rumah itu sudah aku tinggalkan hampir 10 tahun yang lalu. Tapi kenangannya masih sangat kuat melekat dalam ingatanku. Setiap saat setiap sudut rumah itu hadir dalam mimpi-mimpiku. Hadir pula siapa 'punghuni' disitu. Seperti malam tadi.

Mas.... Ikut dong!!

Mas... mas... ikut dong...!!!

Demikian teriak seorang ibu kepada kondektur bus transjakarta di sebuah halte ketika aku turun. Tapi apa daya, bus terlanjur melaju dan sang pengemudi sudah menutup pintu. Kecewa mungkin itu yang dirasakan oleh ibu itu.

Kejadian seperti itu mungkin sudah sering terjadi pada kita, pengemudi bus transjakarta tidak mau menunggu kita walau hanya lima detik. Kekecewaan ibu itu bisa aku rasakan karena ibu itu tidak punya kepastian kapan bis selanjutnya akan datang, bisa sangat cepat atau bahkan sangat lama. Satu lagi kekhawatiran yang dirasakan, bisa masuk tidak ke bis selanjutnya, mengingat pada saat jam sibuk bus sampai tidak bisa menampung penumpang. Padahal bus sebelumnya masih sangat kosong.

Hal-hal itulah yang masih saja terjadi pada kita para pengguna transportasi umum. Sudah selayaknya pemerintah menyediakan transportasi yang nyaman dan aman bagi warganya. Kita tunggu saja....

Rabu, 23 Oktober 2013

Menunggu Yang Dinanti

Pagi ini entah mengapa kedatangan bus transjakarta begitu lama. Mungkin bukan hanya pagi ini tapi pagi-pagi kemarin bahkan juga jam-jam lainnya. Jadwal bus tranjarkarta tak pernah pasti, ada kalanya cepat tapi ada kalanya pula harus menunggu begitu lama, seperti pagi ini.

Bus transjarta memang telah memiliki jalur sendiri, tapi seringkali jalur tersebut diserobot oleh pengguna kendaran pribadi. Sayangnya lagi aparat berwenang tidak menindaknya. Sesekali mungkin iya, tapi lebih seringnya diabaikan.

Jalur yang diserobot pengguna kendaraan pribadi hanya salah satu sebab mengapa bus transjakarta begitu lama datang, ada sebab-sebab  lainnya yang harus dipikirkan oleh manajemen, salah satunya adalah manajemen waktu oleh  sopir.

Sopir seringkali tidak bisa mengatur ritme kendaraan yang dikemudikannya. Ketika ia tahu di depan ada bis lainnya, ia akan mengejarnya. Sehingga jaraknya menjadi sangat dekat. Akibatnya kedatangan bis dibelakangnya menjadi sangat lama.

Seharusnya sopir bisa menjaga ritme kendaraannya agar tidak terlalu dekat dengan bis yang ada didepannya dan tidak terlalu jauh dengan bus yang ada dibelakangnya. Toh bus transjakarta kan bukan kopaja atau metromini atau angkot yang selalu dikejar setoran. Bus transjakarta sudah punya sistem sendiri, maka seharusnya pula pengemudinya bisa lebih banyak belajar.

Hal yang lebih penting sebenarnya ada ditingkat manajemen sebagai pengendali. Sayangnya manajemen bus transjakarta hingga saat ini masih amburadul, terlihat dari pelayanannya yang tiap hari makin mengecewakan. Entah sampai kapan warga negeri ini dapat merasakan transportasi masal yang nyaman dan aman.

Kamis Pagi Ini

Selamat pagi!

Aku ingin menyapamu dengan senyum manisku. Memberimu semangat tuk memulai hari. Mencari rezeki untuk menyambung hidup.

Hari ini hari kamis menjelang ujung bulan. Tentu banyak yang harus diselesaikan. Bagi sebagian orang tentu juga sudah mulai dengan hitung-hitungan target, mengingat sudah akan di penghujung tahun.

Tapi memang begitulah hidup. Hitung menghitung menjadi satu keharusan. Berani berspekulasi sesuai dengan kemampuan. Tapi hidup memang politik, harus terus befikir menyusun stategi.

Hari ini hari kamis menjelang ujung oktober. Sebagian orang mungkin dalam kondisi kantong kosong. Menunggu gaji hingga esok hari. Atau bisa jadi hingga akhir bulan nanti.

Selamat pagi kawan! Sapaku kembali.....

Hujan Turun Sore Tadi

Hujan baru saja turun sore tadi. Menyiram daun-daun di taman. Membasahi bumi tuk memberikan kesegaran. Walau hanya sesaat hujan telah menghapuskan debu di atas genting. Hujan juga telah menebarkan udara dingin dimalam ini.

Aku selalu menikmati hujan yang turun. Lamunanku membawa ke masa lalu, masa kecil penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan.

Dulu, ketika hujan turun aku akan meminta ijin kepada ayahku untuk bermain hujan bersama dengan kedua adikku. Dengan alasan mandi sore, aku akan mengajak adikku bermain air hujan. Berlari kesana kemari penuh dengan keriangan.

Dilain waktu aku akan menikmati hujan dengan tidur siang. Berada dibawah selimut tuk mencari kehangatan. Aku akan bangun ketika ayah memanggilku dan menyuruhku mandi sore. Tak lupa air panas sudah disiapkan.

Habis mandi biasanya aku akan berada di depan tungku, tempat orang tuaku memasak. Aku mencari kehangatan disana. Jika sedang musim jagung, aku berada di depan tungku sambil bakar jagung. Atau  membenamkan singkong yang siang tadi aku ambil dari kebon deket rumah.

Tapi itu semua sudah berlalu. Kini aku hanya bisa mengenangnya dan merindukan masa-masa itu. Masa-masa indah ketika masih anak-anak. Masa-masa belum punya beban dan tanggung jawab.

Masa kanak-kanakku memang tak seindah yang kuharapkan. Tapi paling tidak banyak saar-saat bahagia yang bisa kukenang. Dan ingin aku ulang kembali.

Kini, ketika hujan turun, seringkali lamunanku melayang pada masa-masa itu. Masa indah waktu kanak-kanak.

Kamis, 17 Oktober 2013

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau  takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

(Puisi Karya Sapardi Djoko Damono)

Entah sudah berapa kali aku mendengarkan musikalisasi dari puisi ini. Mungkin sudah tidak tehitung lagi, lebih puluhan kali musikalisasi ini menemani hari-hariku. Tapi entah mengapa aku tidak pernah jenuh mendengarkan musikalisasi dari puisi ini.

Pada suatu hari ini, kita tidak tahu entah itu kapan, mungkin  esok, mungkin lusa, mungkin minggu depan bahkan tahun depan atau seribu tahun lagi, tidak pernah ada yang tahu.

Pada suatu hari nanti, kita tidak pernah akan tahu apa yang akan terjadi pada kita, akan menjadi apa kita, ada dimana kita?

Senin, 02 September 2013

Tentang Waktu

Waktu memang terus berlalu. Ia cepat berganti, berlari meninggalkan kita. Terkadang aku tak mampu untuk terus mengikutinya. Tapi terkadang aku bisa sejalan dengan waktu. aku berkompromi dengan waktu, karena itu yang bisa aku lakukan.

Memang aku sering merasa tertinggal jauh, hingga terkadang tak mampu untuk mengejarnya. Tapi aku akan berusaha untuk mencapainya. Untuk terus mengikutinya, bagai air mengalir.

Waktu berganti. Detik berganti menit yang terus berganti jam hingga berganti hari dan bulan serta tahun. Tak terasa memang, tapi waktu tak bisa menunggu kita. Siap atau tidak waktu akan terus berlalu. Sementara kita terkadang masih berpikir tentang waktu itu.

Ya tentang waktu, mengapa ia berlalu, mengapa ia berganti?


Rabu, 05 Juni 2013

E-Ticket Transjakarta

Beberapa waktu yang lalu mencoba beli e-ticket transjakarta yang dikeluarkan oleh Bank DKI. Awalnya sih dipikir hanya bisa mendapatkan e-ticket ini di bank-bank yang sudah di tentukan. Kalau gak salah ada 5 bank, yaitu BCA, BNI, Mandiri, BRI dan Bank DKI. Tapi ketika lewat di Halte UKI teryata ada yang jual. Karena berfikir kartu itu memang praktis, maklum setiap hari harus naik transjakarta, maka dibelilah karta itu. Harganya Rp. 50.000 dengan isi yang sama.


Habis dibeli gak langsung di pakai dong tentunya, karena kan belinya ketika sudah sampai di halte mau berangkat kerja. Demikian juga pas pulang, karena kalau pulang lebih suka naik angkot. Ya banyak pertimbangan sih kenapa kalau pulang memilih angkot, salah satunya adalah kalau nunggu transjakarta itu kan gak ada kepastiannya, kadang bisa cepet, tapi lebih seringnya lama bangets. Sementara kalau naik angkot kan bisa setiap saat lewat, bahkan hampir setiap menit.

Lanjut ke e-ticket ya. Alhasil e-ticket ini baru digunakan keesokan harinya. Teryata benar sangat praktis. Memang tidak salah membelinya. Apalagi kan dalam rangka ramah lingkungan, tidak perlu buang-buang sampah dari sobekan tiket. Dan tentu saja keuangannya lebih terjaga, karena ada alokasi khusus budget untuk naik bis.

Demikian juga dengan hari kedua, meluncur begitu saja tanpa halangan apa-apa. Seneng dong tentunya. Gak usah beli tiket yang mesti di sobek.

Dan hari ketiga, persoalan itu datang. Seperti dua hari sebelumnya, sangat pede langsung saja ke pintu masuk dengan menggunakan e-ticket, loh teryata mesinnya gak bisa membacanya, dibilang eror. Sempet marah sih, terus nanya ke loketnya dan disuruh coba lagi. Teryata sia-sia, dicoba lagi pun tetap tidak bisa. Dengan terpaksa hari itu kembali memberi tiket manual seperti biasa.

Akhirnya e-ticket itu dibawalah ke asal muasalnya beli, ditanyakan kenapa kok tidak bisa dipakai padahal baru dipakai dua kali, secara otomatis saldonya masih penuh dong. Dan apa yang disampaikan oleh salesnya bikin aku tersadar, teryata banyak banget yang telah mengadu karena e-ticket yang di jual secara bebas di halte-halte transjakarta, yang dikeluarkan oleh Bank DKI itu banyak yang bermasalah.

Akhirnya dengan terpaksa ngisi form isian dan menyerahkan e-ticket yang sudah dibeli untuk diproses di Bank DKI. Dan sialnya lagi, prosesnya memakan waktu sekitar dua minggu, dan baru bisa dikembalikan kepada pelanggan. Dan akhirnya lagi kembali ke rutinitas awal membeli tiket secara manual.

Keluahan ini sempet disampikan ke twiternya @BLUTransjakarta, tetapi teryata gak pernah ada respon sama sekali. Teryata memang account twitter itu tidak pernah menanggapi keluhan pelanggan sama sekali.

Pejalaran dari itu semua memang tidak boleh tergoda begitu saja dengan produk yang baru dikeluarkan, apalagi belum jelas juga kualitasnya. Lebih baik memang mengurus ke bank-bank yang lebih mapan. Walau belum tau juga kualitasnya bagaimana.

Pelajaran lainnya adalah teryata E-ticket itu sebenarnya belum siap diberlakukan, perlu dilakukan evaluasi lagi, terutama untuk Bank DKI yang notabene bank pemerintah DKI Jakarta. Ketika mengeluarkan produk harus di cek kualitasnya agar pelanggan tidak dikecewakan. 

Selasa, 16 April 2013

Bermain Bersama


Masa kecil menjadi masa yang paling indah. Masa yang paling asyik untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya. Masa yang akan selalu menjadi kenangan. Karena masa itu tak ada pernah kembali. Masa dimana kita belum mempunyai beban. Belum mempunyai tanggung jawab layaknya orang dewasa.

Bermain dan terus bermain. Itulah yang bisa dilakukan dimasa ini. Bersama sahabat menghabiskan hari. Menikmati deburan ombak. Mengukir sebuah kenangan. Untuk hari depan. Hari yang kita tidak akan tahu. Masihkah kita dapat bersama? Atau kita telah terpisah jarak dan waktu?






Senin, 15 April 2013

Berburu Sunrise di Sanur


Malam baru saja melewati separuh waktunya ketika suara itu membangunkanku dari tidur lelap. Bahkan ayam jantan pun belum berkokok ketika ia mengoncangkan tubuhku untuk segera bangun. Ia segera menghidupkan lampu berharap aku segera beranjak ke kamar mandi. Diapun pergi terlebih dahulu ke kamar mandi ketika aku tak juga bergerak dari tidurku.

“Bangun oey...!!” demikian teriaknya sesaat setelah keluar dari kamar mandi, ketika melihatku masih bermalas-malasan d atas tempat tidur.

Akupun segera melirik jam di hp-ku. Waktu baru menunjukan angka 4 dini hari. Tapi aku tidak bisa lebih lama bermalas-masalan. Hari ini petualangan akan segera dimulai.

Aku segera bergegas ke kamar mandi. Air dingin segera menguyur sekujur tubuhku. Kesegaran segera menghilangkan seluruh kantuk yang belum juga mau pergi. Aku tak bisa berlama-lama menikmati guyuran air ditubuhku, karena aku harus segera pergi memulai petualangan yang memang sudah direncanakan.

Kendaraan kami segera menembus kesunyiaan pagi hari. Memberi irama yang tak pasti. Roda-roda bergerak diatas aspal yang berlobang. Melaju dalam kecepatan yang maksimal.

Ya pagi ini petualangan segera dimulai. Tujuan pertama adalah Pantai Sanur. Di pantai ini kami berharap bisa menikmati sunrise. Saat-saat matahari terbit. Saat semburat jingga berubah menjadi emas. Saat segala kehidupan dimulai.  

Dalam kesunyian malam, kami terus melaju. Sesekali ada kendaraan di sebelah kami. Ya Bali memang hampir mirip Jakarta, kota yang tak pernah mati dengan segala kesibukannya.

Kami terus melaju menuju Pantai Sanur dalam kensunyian. Kesunyian kota dewata. Kesunyian pulau tempat bersemayamnya pra hyang widhi. Kesunyian pulau impian turis-turis mancanegara.

Tak perlu banyak waktu, dalam hitungan menit kamipun segera sampai pada tempat tujuan. Segera kami memakirkan motor diantara puluhan motor yang ada. Tak ada seorangpun yang kami temui, tapi puluhan motor telah terpakir dengan rapi disitu. Satu pertanyaan yang muncul “Kemana para pemilik motor itu?”

Teryata kami tidak sendiri. Setelah berjalan beberapa saat kami menemukan seorang laki-laki paruh baya yang sedang duduk sendiri. Ia sedang menunggu kapal pertama yang akan membawanya ke Nusa Lembogan. Informasi itu kami peroleh beberapa saat setelah kami ngobrol dalam deburan ombak yang datang silih berganti.

Ia baru kembali dari Lombok. Kapal yang membawanya baru datang semalam. Ia harus menunggu kapal pertama agar dia bisa cepat sampai tujuan. Ia juga mengira bahwa kami juga sepertinya, menunggu kapal pertama untuk menuju ke Nusa Lembongan.

Kami tak begitu lama berbincang dengannya. Sesaat ketika dikejauhan sana terlihat nyala api, kami pun segera mendekatinya. Berharap ada kehangan di sana. Nyala api tersebut teryata datang dari sebuah warung yang sedang bersiap untuk buka. Kami pun segera mendekatinya. Berharap ada sajian makanan yang bisa kami santap. Tak salah, kamipun mendapatkan makanan yang siap dinikmati. Nasi Jinggo namanya. Hampir sama dengan Sego Kucing di Jogja, hanya beda namanya saja. Aku segera mengambil satu dan menyantapnya. “Teh manis hangat ya bli” demikian pesanku sambil menikmati nasi jinggo

Tak lama berselang datang dua orang. Mungkin mereka sepasang kekasih. Aku tak tahu. Aku hanya menduga-duga saja. Mereka pun segera memesan makanan. Si lelaki juga mencoba menikmati nasi jinggo seperti aku.

Mereka berdua segera menghabiskan makanannya. Sepertinya mereka juga sedang menunggu kapal pertama yang akan membawanya ke Nusa Lembongan, seperti bapak yang pertama tadi aku temui. Tapi sekali lagi, ini hanyalah dugaanku.

Setelah mereka pergi datang pula segerombolan pemuda. Mereka pun juga menikmati makanan yang sudah disediakan. Hikmah buka duluan ini, kataku dalam hati.

Kamipun segera menghabiskan makanan dan segera membayarnya. Kami beranjak menuju di tepi laut, menunggu matahari yang akan segera muncul. Pada saat itu baru kami sadari kami tidak sendiri, banyak orang yang seperti kami, ingin menikmati saat-saat indah kemunculan matahari.

Dengan harap-harap cemas kami terus menunggu matahari segera muncul. Beberapa kali aku mencoba untuk menjepretkan kamera ke arah matahari yang akan muncul. Hasilnya nihil. Masih terlalu gelap. Aku harus sabar menunggu hingga semburat jingga berubah jadi emas.

Satu persatu orang pun mulai berdatangan. Beberapa dari mereka mulai bergaya baik dengan hp ataupun dengan kamera seadanya. Tapi ada juga diantara mereka yang benar-benar niat ingin hunting foto disini, terlihat dengan peralatan yang di bawanya.

Disisi lain, ada segerombolan bapak-bapak yang sudah separuh baya berenang dalam dinginnya air. “mereka sedang terapi” demikiaan kata temanku.

Gerombolan bapak-bapak yang sedang terapi air laut di pagi hari itu makin lama makin bertambah, seiring dengan bertambahnya pengunjung pantai ini. Matahari pun semakin menampakan dirinya. Akupun segera berburu, mencari angel yang tempat untuk menghasilkan foto yang maksimal. Tak lupa aku juga berpose dengan berbagai gaya. Paling tidak untuk profil picture di facebook, demikian pikirku.

Kami pun terus menyusuri pantai, mencari lokasi yang tepat untuk gambar yang indah pula. Mencoba berkejaran dengan waktu dan juga ombak. Sayang, awan hitam menutupi matahari yang ingin bersinar. Alhasil kamipun tidak terlalu mendapatkan foto yang maksimal. Tapi kami puas, bisa menikmati pagi di pantai sanur.




Kapal-kapal yang sedang bersandar, dimainkan oleh ombak, menjadi satu objek yang menarik. Di antaranya matahari tengah bersinar.









Kami tak punya waktu lama, kamipun harus segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Maka ketika matahari sudah hampir beranjak, kami segera meninggalkan pantai ini, berharap suatu saat dapat kembali lagi. Dapat menikmati waktu lebih lama. Dapat bermain ombak sepuasnya. Harapan itu akan selalu ada. 




Selasa, 05 Februari 2013

Diantara Merah dan Hijau

Ada seorang kawan yang mengatakan, jika kamu ingin difoto, berkaianlah yang mencolok, agar kamu terlihat cerah. Alhasil itulah yang coba aku lakukan, dengan menggunakan payung bewarna merah dan juga kaos berwarna hijau aku mencoba bergaya dan di depan kamera, dan hasilnya.....


Terlihat aneh mungkin, tapi aku menyukai gaya itu. Aku gak pernah berfikir apa kata orang, yang terpenting aku mendapatkan kebahagiaan, terlebih aku tidak merugikan siapapun.

Tidak hanya sekali aku berpose dengan payung merah itu, sekali lagi aku pun memanfaatkan payung itu untuk menemani poseku, dan hasilnya....


Kalau toh akhirnya ada perbedaan dari kedua foto tersebut, karena kamera yang digunakannyapun berbeda. Foto pertama menggunakan kamera yang lumayan bagus, sementara di foto kedua menggunaka hp. Namun bagaimanapun aku menyukai kedua hasil foto tersebut, selain juga perpaduan antara warna merah dan hijau.

Berburu Di Pasar Badung

Hujan yang menguyur kota Denpasar tak mengurungkan niat kami untuk terus berwisata di pulau Dewata. Maklum, waktu kami tidak lama berada di tempat yang banyak dikunjungi baik oleh turis dalam negeri maupun luar negeri. Esok hari kami harus kembali ke Jakarta, maka kapan lagi kami bisa berjalan-jalan.

Dalam gerimis hujan yang turun dari pagi itu, kami menyusuri setiap jalan yang ada di Bali. Pertama tujuan kami adalah pasar Badung. Kami berharap di pasar ini mendapatkan berbagai pernak pernik dengan harga murah meriah. Alhasil keinginan kamipun terpenuhi, kami dapat membeli beberapa ragam cenderamata baik kaos, daster, kemeja dan lain sebagainya. Tak hanya itu, kami juga beberlanja buah-buahan yang ada di pasar ini.