Selasa, 14 Juni 2011

Saya Nujood, Usia 10 Tahun dan Janda


Begitu melihat buku ini, aku langsung tertarik untuk membelinya. Pada awalnya memang tidak terlalu tahu soal buku ini, tapi ketika seorang teman tiba-tiba menunjukan buku ini pada saat kami sedang berjalan-jalan di Blok M Square, aku langsung saja membelinya. Dan ingin cepat-cepat sampai rumah untuk membacanya. 

Pernikahan anak-anak selalu saja terjadi di mana-mana, sebanyak 10 dari 12 juta bocah di negara berkembang setiap tahunnya mengalami kawin paksa. Baru-baru ini berbagai kisah pengantin bocah lima tahun terungkap. Jurnalis National Geographic berhasil menguak praktik pernikahan bocah perempuan. Jurnalis Cynthia Gorney dan fotografer Stephanie Sinclair, yang bekerja dalam proyek National Geographic, berhasil membongkar praktik yang mengejutkan dunia tersebut. Cynthia Gorney dan Stephanie Sinclair terbang ke Yaman dan Rajasthan (India) untuk melakukan investigasi tersebut. Di India, mereka menemukan kenyataan bahwa ada bocah perempuan berusia lima tahun yang sudah menikah karena dipaksa oleh pihak keluarga.

Kisah penikahan bocah belia itu juga di alami oleh Nujood Ali, seorang gadis belia yang diceritakan dalam buku ini. Dalam usianya yang baru 10 tahun ia dipaksa menikah oleh ayahnya dengan laki-laki yang berusia tiga kali lipat usianya. Nujood yang masih belia pun harus terpisah dari orang tuanya dan keluarga tercintanya.
Sudah menjadi sebuah adat di kota Yaman, bahwa kekuasaan penuh dipegang oleh kaum lelaki, dan perempuan tidak mempunyai kuasa apapun untuk mengambil sebuah kuputusan bahkan untuk menentang laki-laki. Nujood kecil menangis dan penuh dengan rasa ketakutan ketika ayahnya memberitahunya bahwa ia harus menikah dengan lelaki yang bahkan tidak ia kenal siapa namanya dan seperti apa wajahnya, rasanya ia hanya bisa mengumpulkan penolakan itu yang tercekat di ujung tenggorokannya. Kedua kakak perempuan nujood sebelumnya juga menikah di usia yang sangat muda, 13 tahun . 

"Setidaknya dengan kita menikahkan Nujood maka akan berkurang satu mulut yang harus kita suapi", begitu kata aba, ayah Nujood, menyampaikan alasannya mengapa ia ingin menikahkan Nujood di usia dini

"Lagi pula lelaki itu telah berjanji tidak akan menyentuh Nujood sampai dia baligh (pubertas)", katanya.

Ketika nujood mendengarkan itu semua, seperti dunia runtuh di bahunya, dia membayangkan bahwa dia tidak bisa lagi bermain dengan temannya di sekolah, dan diaa tidak bisa melakukan hal yang menyenangkan dengan adiknya Haifa.

Akhirnya pernikahanpun dilangsungkan dengan sangat sederhana. Setelah itu Nujood harus memulai hidup baru bersama suami dan keluarganya di sebuah desa terpencil dipedalaman Yaman. Di sana, setiap hari ia menerima penganiayaan fisik dan emosional dari sang ibu mertua dan dari tangan kasar sang suami setiap malam. 

Melanggar janji untuk menangguhkan berhubungan badan dengan Nujood hingga ia cukup dewasa, sang suami merenggut keperawanan si bocah pengantin tepat pada malam pertama. Saat itu usianya bahkan baru sepuluh tahun. Merasa tak sanggup lagi menanggung derita, Nujood melarikan diri – bukan ke rumah orang tuanya, tapi ke gedung pengadilan di ibu kota, naik taksi dengan beberapa keeping uang untuk makan sehari-hari. 

Mendengar kabar tentang korban belia ini, seorang pengacara Yaman segera menangani kasus Nujood dan berjuang melawan sistem kolot di negeri yang nyaris sebagian gadis-gadisnya menikah dibawah umur. Melalui perjuangan yang panjang akhirnya Nujood berhasil bercerai dengan suaminya. 

Sejak kemenangan mereka yang tak terduga pada April 2008, tantangan Nujood yang berani terhadap adat-istiadat Yaman dan keluarganya sendiri telah menarik perhatian dunia internasional. Kisahnya bahkan mendorong perubahan di Yaman dan Negara-negara Timur Tengah lainnya, tempat hukum pernikahan di bawah umur terus diterapkan dan gadis-gadis belia yang menikah dibebaskan dengan perceraian. 

Pada Februari 2009, parlemen Yaman akhirnya meloloskan undang-undang baru yang menaikkan usia akil baliq yang legal menjadi tujuh belas tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Selain itu, dalam upaya mencegah terbentuknya keluarga “besar” seperti keluarga Nujood, yang kerap tak mampu merawat anak-anak mereka secara layak, undang-undang ini mengizinkan seorang laki-laki menikahi lebih dari satu perempuan hanya ketika dia secara financial mampu membiayai beban tambahan ini. Meski demikian, berbagai asosiasi hak perempuan di Yaman telah mengambil sikap menunggu dan melihat perkembangan kemenangan tersebut. Karena meski undang-undang tersebut telah diloloskan oleh mayoritas anggota parlemen, Presiden ali Abdullah al-Saleh belum memberlakukannya. 

Membaca buku ini kita akan disuguhkan soal kehidupan di Yaman, bagaimana perempuan tidak mempunyai hak atas tubuhnya, semua ditentukan oleh laki-laki – ayah dan saudara laki-lakinya. Termasuk kapan dan dengan siapa ia akan menikah. Selain itu juga bagaimana adat istiadat telah membatasi ruang gerak perempuan. 

Ada kepercayaan yang aneh yang dianet masyarakat Yaman soal pernikahan. Sebuah kepercayaan di yaman yang sangat lucu, " nikahliah wanita yang berumur 9 tahun, jika kamu inginkan pernikahan yang bahagia"
Penikahan anak teryata tidak hanya terjadi pada Nujood saja, masih banyak gadis-gadis belia lainnya yang dipaksa menikah oleh ayahnya. Atas kemenanan Nujood dipegadilan untuk menceraikan suaminya, telah memberi inspirasi bagi gadis-gadis lainnya untuk mengikuti jejaknya.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar