11 Februari 2014
Hari ini usia bertambah satu, secara otomatis waktu hidupku
di dunia ini berkurang satu tahun lagi. Bukan usia yang muda lagi tentunya,
karena usiaku sudah kepala tiga. Tapi aku juga tidak pernah mau menyebut diriku
tua padahal usia sudah kepala tiga.
Kegelisahan atas usia itu sering kali datang dalam pikiran. Aku
tidak pernah tahu berapa lama lagi aku akan hidup. Mungkin hari ini aku akan
meninggal. Mungkin juga esok hari, atau lusa atau minggu depan, bulan depan,
tahun depan, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi atau kapan. Tidak pernah ada
yang tahu tentang usia manusia.
Kalau aku tahu besuk akan meninggal, aku tidak akan gelisah,
setidaknya aku tidak perlu memikirkan masa depanku. Tetapi kalau waktu hidupku
masih lama, bahkan masih puluhan tahun lagi, memikirkan masa depan menjadi
penting. Bagaimana aku menghabiskan masa tua. Siapa yang akan menemaniku. Siapa
yang akan merawatku. Kegelisahaan demi kegelisahan silih berganti datang dan
pergi.
Di usiaku yang sekarang, banyak teman-teman yang sudah hidup
mapan, mempunyai keluarga yang bahagia dan juga memiliki pekerjaan yang tetap.
Sementara aku? Itu menjadi pertanyaan besar. Aku masih seperti 10 tahun yang
lalu, masih seperti ketika pertama kali aku mulai bekerja.
Demikian juga jiwaku, walau sudah berkepala tiga aku merasa
tidak mau dianggap tua. Aku merasa masih seperti dulu, ketika usiaku masih
berkepala dua. Tapi aku sebenarnya tidak bisa mengingkari hati nurani.
Mengingkari kondisi yang ada. Mengakui bahwa aku sudah tua.
Menjadi tua itu pasti, tetapi menjadi dewasa itu adalah
pilihan. Semakin tua seharusnya semakin dewasa dan semakin bijak. Tapi dua hal
itu menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Sangat sulit di capai.
Entah aku yang tidak mau atau keadaan yang terus memaksaku untuk mengingkari
kondisi ini. Entahlah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar